PENETAPAN TERSANGKA TANPA DIPERIKSA SEBAGAI SAKSI TERLEBIH DAHULU, EMANG BOLEH?

Penetapan tersangka tanpa pemeriksaan terhadap seseorang merupakan isu hukum yang sering diperdebatkan, terutama terkait dengan asas keadilan dan prosedur hukum acara pidana di Indonesia. Berikut adalah penjelasan umum terkait hal ini

  • Pasal 1 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana): Menjamin asas due process of law di mana proses hukum harus dilakukan sesuai dengan aturan dan menjamin hak asasi manusia.

  • Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014: Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan pada alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu:

    • Keterangan saksi.
    • Keterangan ahli.
    • Surat.
    • Petunjuk.
    • Keterangan terdakwa.

    Penetapan tersangka juga harus melalui mekanisme pemeriksaan, sehingga seseorang tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada proses klarifikasi atau pemeriksaan terhadap dirinya terlebih dahulu.

  • Penetapan seseorang sebagai tersangka tanpa pemeriksaan dapat dianggap melanggar prinsip fair trial, di mana setiap orang berhak untuk didengar keterangannya sebelum diputuskan status hukumnya.
  • Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) juga mengharuskan proses hukum berjalan transparan dan menghormati hak tersangka.

Apakah Boleh?

Penetapan tersangka tanpa pemeriksaan terhadap orang yang bersangkutan dapat dianggap tidak sah atau cacat hukum apabila:

  1. Tidak ada bukti permulaan yang cukup.
  2. Hak-hak tersangka untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan dilanggar.

Namun, ada kondisi tertentu di mana penetapan tersangka dilakukan berdasarkan bukti yang sangat kuat tanpa perlu memeriksa calon tersangka terlebih dahulu, misalnya jika bukti-bukti dari saksi, dokumen, atau barang bukti sudah sangat jelas. Namun, langkah ini tetap harus diuji melalui mekanisme praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP.

Seseorang yang merasa penetapan tersangkanya tidak sesuai prosedur dapat mengajukan praperadilan. Praperadilan adalah mekanisme untuk menguji:

  • Sah atau tidaknya penetapan tersangka.
  • Sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan.
  • Keabsahan penyitaan dan penggeledahan.

Penetapan tersangka tanpa pemeriksaan umumnya dianggap melanggar asas keadilan dan prosedur hukum. Namun, sah atau tidaknya langkah tersebut sangat bergantung pada konteks kasus dan kekuatan alat bukti yang dimiliki penyidik. Untuk memastikan keadilan, pihak yang merasa dirugikan dapat menggunakan mekanisme praperadilan.